Minggu, 03 Januari 2010

Lokalisasi Kopi dan Rokok di Dunia Pesantren



Judul Buku         : Kitab Kopi dan Rokok
Penulis               : Syaikh Ihsan Jampes
Penerbit              : LKiS
Cetakan            : 1, Februari 2009
Tebal                 : xxv + 110 halaman
Peresensi          : Iqro’ L. Firdaus


     Karya Syaikh Ihsan Jampes berjudul asli irsyadul ikhwan fi bayanil hukmi syurbul kahwah wal dukhan (petunjuk tentang penjelasan hukum meminum kopi dan merokok) ini merupakan syarah (penjelasan) dari kitab matan (asli/origin) berjudul tadzkiratul ikhwan fi bayanil kahwah wal dukhan (penjelasan tentang kopi dan rokok) karya KH. Ahmad Dahlan
Buku ini diterjemahkan dari sebuah kitab klasik pesantren, Irsyadul ikhwan. Sebuah adaptasi puitik atas kitab Tadzkiratul ikhwan fi bayanil qahwah wal dukhan (penjelasan tentang kopi dan rokok) karya KH. Ahmad Dahlan Semarang, yang kemudian disusun menjadi bait-bait senandung bermatra rajaz (salah satu jenis syair  atau nazham) yang membedakan dengan jenis syair lainnya. Rajaz memiliki makna yang mudah dipahami, atau maknanya langsung bisa diterima, tidak bersayap atau memiliki makna ambigu yang membutuhkan multi tafsir.
Uniknya, tidak seperti  tradisi penulisan kitab kuning, di mana seorang penulis lebih memilih memberi syarah (penjelasan/komentar) atas kitab orang lain, justru bait-bait susunan Syaikh Ihsan ini disyarahi (diberi penjelasan/komentar) oleh Syaikh Ihsan sendiri.
Kitab Irsyadul ikhwan yang diterjemahkan menjadi buku Kopi dan Rokok ini, setidaknya hingga saat ini, menjadi satu-satunya buku yang mengupas seluk beluk kopi dan rokok, mulai dari sejarahnya hingga polemik tentang hukum mengonsumsinya.
Karena Irysadul ikhwan adalah kitab syarah, maka posisi Syaikh Ihsan hanya menjelaskan secara lebih luas apa yang sudah digariskan oleh KH. Ahmad Dahlan dalam Tadzkiratul ikhwannya. Dalam arti tidak ada kritik, justru memperkuat argumentasi KH. Ahmad Dahlan. Misalnya, dengan mengutip pendapat-pendapat dari para ulama yang lebih klasik.
Buku yang berjudul Kitab Kopi dan Rokok ini menjelaskan bahwa antara kopi dan rokok menjadi pasangan yang integral, seakan-akan keduanya tak bisa dipisahkan. Ketika memisahkan kopi dari rokok seperti memisahkan rasa asin dari air laut, omong kosong.
Budaya minum kopi sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu, ketika kopi di warung-warung tradisional menjadi ajang untuk mempererat hubungan antar warga dan pertukaran (take and give) informasi. Kopi memang identik dengan ngobrol, diskusi dan saat santai.
Rokok biasanya tidak lepas dari kopi sebagai teman spesialnya. Budaya rokok sambil minum kopi sudah berakar kuat di segala lapisan masyarakat Indonesia. Bahkan di dunia pesantren, kopi dan rokok bukanlah suatu hal yang asing. Seakan-akan ia sudah menjadi tradisi yang mendarah daging. Mayoritas kyai-kyai di pesantren tentulah peminum kopi dan perokok sejati. Jika ada peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, maka para santri pun mayoritas adalah peminum kopi dan perokok sejati. Sangat jarang ada seorang kyai atau santri dalam kultur pesantren yang tidak menjadi peminum kopi dan perokok.
Mengingat polemik fatwa MUI pusat tentang haram rokok, memicu  adanya tarik-ulur antara pemerintah, pengusaha rokok, petani tembakau, konsumen rokok, ulama, organisasi kesehatan dan seluruh elemen masyarakat lainnya. Kesadaran akan pluralitas di negeri ini, mau tidak mau akan menyebabkan kontroversi tentang fatwa MUI .
Dalam konteks ini, penting kiranya buku ini sebagai referensi solutif untuk menjawab persoalan fatwa MUI tentang haram rokok yang menyebabkan kontroversial di masyarakat, ketika masyarakat masih bingung menentukan status hukum dari fatwa tersebut.
Barangkali menarik ketika Syaikh Ihsan, penulis buku ini, telah menuliskannya jauh sebelum fatwa MUI menggegerkan negeri ini. Menariknya lagi, ternyata sebagian ulama atau kiai dalam MUI sendiri, dulunya adalah para pecandu berat rokok. Bahkan, kopi dan rokok masih menjadi ”menu utama” di berbagai pesantren di Jawa. Walaupun tidak semua, tetapi mayoritas mengakui demikian adanya.
Karya ini memang dipersembahkan penulis untuk menjawab beragam persoalan yang melilit kaum pesantren tentang rokok dan kopi. Karya yang disusun dengan gaya nadham (syair/puisi) dan syarah  tergolong unik bagi kalangan pesantren. Unik karena Syaikh Ikhsan tidak hanya menjelaskan status hukum kopi dan rokok yang memang kontroversial. Tetapi juga sejarah asal-musalnya serta perkembangannya di Timur Tengah, Eropa, Amerika, bahkan sampai di Indonesia. Ini tidak biasa bagi kalangan kiai. Sebab  biasanya kitab-kitab kiai pesantren lebih menekankan pembahasan tentang status hukum fiqihnya.
Posisi hukum mengopi dan merokok tidaklah tunggal, ada yang berpendapat haram, halal, mubah, makruh bahkan bermanfaat. Hal itu tergantung illatu al-ahkam (alasan penjatuhan status hukum) atau pra kondisi dalam kasus merokok dan mengopi. Jika pra kondisinya membuat mengopi dan merokok haram, maka hukumnya haram. Sebaliknya jika pra kondisinya membuat mengopi dan merokok halal, maka hukumnya halal. Begitupun seterusnya.
Mengonsumsi kopi dan rokok, sudah menjadi kontroversi ulama sejak abad ke-10 H. Dalam pesoalan kopi, ulama yang mengharamkan kopi melihat bahwa di dalam kopi terdapat madharat (bahaya) kalau kita mengonsumsinya. Kopi berbahaya bagi mereka yang mengidap penyakit empedu, penyakit kuning, apalagi yang komplikasi dengan penyakit darah tinggi. Adapun khasiat kopi yang membawa kebaikan, yaitu bisa bermanfaat untuk membangkitkan kekuatan otak dan meningkatkan kerja pikiran, mengurangi rasa kantuk dan memiliki pengaruh terhadap otot-otot dan urat saraf sehingga aliran darah didalamnya menjadi lancar. Maka menjadi halal karena kopi bisa membangkitkan kinerja syaraf, mengurangi lemak tubuh, membunuh beberapa jenis mikroba, menghilangkan serak dan membangkitkan semangat agar tetap terjaga sampai waktu yang lama untuk beribadah.
Dari sinilah nampaknya, mengapa dalam kultur pesantren, baik kyai atau santrinya mengkonsumsi kopi dan rokok, karena haram mengkonsumsinya diarahkan hanya bagi yang jasadnya terkena kemudharatan yang karenanya kesadaran menjadi hilang. Sementara bagi mereka mengopi dan merokok dirasa memberi manfaat, misalnya, untuk menyegarkan pikiran, melegakan pernapasan dan meminimalisir tekanan psikis akibat terlalu banyak menelaah kitab-kitab kuning menjadi boleh.
Bantahan-bantahan ulama yang mengharamkan rokok berpendapat bahwa rokok merusak kesehatan, menyebabkan orang mabuk, tidak berkesadaran, baunya tidak disenangi orang lain, dan dipandang sebagai pemborosan (isyrof). Dengan kata lain, rokok membawa madharat yang bisa menghalangi ibadah.
Rokok juga bisa menjadi haram jika dapat melalaikan seseorang dari, misalnya, memberi nafkah terhadap orang-orang yang wajib dinafkahi, atau dapat melalaikan seseorang dari melakukan ibadah fardu lainnya. Hukum haram juga bisa ada jika perokok membeli rokok dengan harta yang dibutuhkan untuk nafkah keluarga.
Sedangkan yang memperbolehkan mengatakan bahwa rokok tidak najis, atau menghilangkan kesadaran. Bahkan, rokok memberikan semangat baru dalam menjalani kehidupan. Bagi kelompok ini, sangat omong kosong mereka mengatakan rokok haram, baik zatnya, atau dengan mengkonsumsinya. Merokok adalah mubah (boleh). Pendapat masyhur mengatakan bahwa merokok adalah makruh. Ada juga yang mengatakan merokok boleh saja tetapi hukum makruh tetap menyertainya.
Terlepas dari itu semua, Syeikh Ikhsan menyajikan buku ini dengan proporsional. Memberikan pilihan bebas kepada pembaca untuk menjatuhkan pilihannya. Dia berhasil memposisikan kopi dan rokok secara netral, posisi hukumnya tergantung siapa yang melihat dan menilai. Itu karena posisi hukum mengopi dan merokok terjadi ikhtilaf dikalangan ulama. Jumhur ulama mayoritas berpendapat hukum mengopi dan merokok mubah. Menjadi haram dikonsumsi jika tubuh seseorang akan mendapat mudharat atau kesadarannya menjadi hilang karena mengkonsumsinya. Penulis, walaupun seorang kiai besar, tidak terkesan menggurui. Justru memberikan ruang perdebatan lanjut untuk pengamat berikutnya. Inilah sikap demokratis seorang kiai yang memberikan kebebasan berpendapat kepada santrinya. Dan, buku ini mencerminkan itu semua.

0 komentar:

Posting Komentar